bismillah

bismillah

Selasa, 22 Januari 2013

Menjadi Pemimpin Itu Sulit atau Mudah ??!

             Menurut saya sendiri, menjadi pemimpin itu sangat sulit. Apalagi kalau kita sudah dihadapkan dengan berbagai masalah besar yang kita tak tahu ke mana jalan keluarnya... Menjadi pemimpin di suatu organisasi, perkumpulan remaja atau apapun itu, pastinya harus mempunyai sifat pemikir atau juga konseptor, Harus bisa mengatur segala macam permasalahan, teknis dan bla...bla...bla..., dalam suatu kegiatan atau acara yang akan dilaksanakan. Pemimpin harus bisa cekatan, peka terhadap masalah dan "ker" sama yang anggota-anggota yang dinaunginya. Jika anggota-anggota tersebut salah, otomatis yang akan diminta pertanggung jawabannya adalah pemimpinnya.
             Contoh dalam organisasi OSIS di sekolah. Ada Ketua OSIS, Sekretaris OSIS, Bendahara OSIS, bidang 1, bidang 2, bidang 3, bidang 4, bidang 5, bidang 6, bidang 7, bidang 8 dll... Ketua OSIS membawahi bidang 1 sampai dengan bidang 8, bidang 1 s/d bidang 8 pun mempunyai anggota-anggotanya. Disini diperlukan jalur koordinasi yang benar, jika salah akan berakibat fatal. Urutannya yaitu, misal: 
1) Bidang 1
2) Ketua Osis
3) Pembina Osis
4) Wakasek (Wakil kesiswaan)
5) Kepala Sekolah    
             di atas adalah urutan dimulai dari 1 s/d ke nomor 5...
             Pemimpin merupakan seorang yang menjadi panutan bagi anggota-anggotanya, rakyat/masyarakatnya/umatnya... Pemimpin harus mau menerima kritikan dari anggotanya. tidak boleh ada tindak semena-mena dan sikap arogan. Sangat butuh kerendahan hati. Selalu bisa membantu dalam keadaan sangat dibutuhkan rekan-rekannya.
               TIPS/SYARAT MENJADI PEMIMPIN ATAU KOORDINATOR yang baik:

Jumat, 04 Januari 2013

Kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq RA

 - Masa Kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq RA dari 11 Rabiul Awal 11 H sampai 11 Jumadil Akhir 13 H (2 tahun, 3 tahun dan 10 hari)
             Ketika Rasulullah saw wafat, para sahabat berselisih pandangan. Sebagian sahabat mengatakan bahwa Rasulullah saw telah wafat dan sebagian yang lain mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak meninggal. Ketika berita kematian Rasulullah saw sampai ke Abu Bakar Shiddiq RA, beliau mendatangi rumah Rasulullah saw dan membuka penutup wajah lalu menciumnya dan telah ternyata Rasulullah saw telah wafat. Kemudian beliau keluar dan menemui para sahabat lalu berkata,
       “Barang siapa yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw  telah wafat. Barang siapa yang menyembah Allah Taala, ketahuilah bahwa Allah Hidup, tidak wafat. Allah berfirman,
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Dan Tidaklah Muhammad itu, melainkan seorang Rasul. Telah wafat sebelum ini para Rasul. Apakah jika Rasul wafat atau terbunuh, kalian akan berpaling dari ajarannya?”
         Abu Bakar membacakan ayat ini kepada para sahabat, termasuk kepada Umar bin Khathab RA Saat itu seakan-akan mereka baru pertama kali mendengar ayat tersebut. Setelah mendengar ayat ini, hati mereka menjadi tenang dan hilanglah segala kegundahan dan keraguan. Kemudian kaum muslimin berkumpul di Saqifah Bani Sa’adah. Di sana mereka bermusyawarah perihal pengganti Rasulullah saw sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.
      Terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, antara kaum sahabat Anshar dan sahabat Muhajirin. Masing-masing mengunggulkan kandidat-kandidat kaumnya untuk tampil sebagai khalifah. Pemuka Anshar, Basyir bin Saad r.a, menentramkan kaumnya dengan mengingatkan bahwa kaum Anshar membela Islam semata-mata untuk mencari ridha Allah Taala serta sebagai bentuk ketaatan pada Rasulullah saw hingga tidak pada tempatnya untuk berebut kekuasaan dengan Muhajirin. Taushiyah yang disampaikan dengan sangat bijaksana ini akhirnya mampu mendinginkan hati sahabat Anshar.
           Dari sahabat Muhajirin, Abu Bakar RA mengusulkan untuk mengangkat Umar bin Khathab RA dan Abu Ubaidah bin Jarrah r.a untuk menjadi khalifah pengganti Rasulullah saw. Namun keduanya langsung menolak, bahkan Umar bin Khathab langsung memegang tangan Abu Bakar r.a dan membaiatnya menjadi khalifah diikuti oleh Abu Ubaidah r.a, Basyir bin Saad r.a, dan para sahabat lainnya.
        Abu Bakar Shiddiq RA adalah salah seorang sahabat yang pertama masuk Islam. Beliau giat melakukan dakwah meski di bawah tekanan, dan beliaulah sahabat Rasul saw yang secara eksplisit namanya diabadikan dalam Al-Quran. (At-Taubah:40)
             Selain itu track record beliau sebagai orang yang ‘bersih’, berani, tegas, dan memiliki keberpihakan pada masyarakat kecil telah diakui oleh para konstituennya tersebut. Selain itu sifat rendah hati Abu Bakar Ash-Shiddiq RA tidak luntur meski dia terpilih menjadi khalifah secara aklamasi.
Tidak ada seorang pun yang menolaknya, termasuk Ali bin Abi Thalib (sebagian orang menyangka bahwa ia telat berbaiat kepada Abu Bakar Shiddiq r.a).
          Ibnu Katsir berkata, “Baiat Ali bin Abi Thalib kepada Abu Bakar Shiddiq RA terjadi pada hari pertama atau hari kedua pengangkatannya. Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib tidak pernah berselisih paham dengan Abu Bakar Shiddiq RA dan tidak ada satu shalat pun yang dikerjakan Ali tidak berjamaah mengikuti Abu Bakar Shiddiq RA Ali bin Abi Thalib r.a juga ikut Abu Bakar Shiddiq RA ke Dzul Qishah untuk memerangi penduduk yang murtad dari agama Islam. Akan tetapi terjadi sesuatu pada Fathimah RA yang mencela Abu Bakar Shiddiq RA karena dia menyangka bahwa dia akan mendapatkan warisan dari Rasulullah saw sebagai anak. Fathimah RA sendiri belum mengetahui hadits Rasulullah saw kepada Abu Bakar Shiddiq RA dan para sahabat yang menyebutkan,
إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ لا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
“Sesungguhnya kami, para nabi tidak meninggalkan warisan dan apa-apa yang kami tinggalkan adalah sedekah buat kaum muslimin.”
           Dengan dasar hadits tersebut, Abu Bakar Shiddiq RA tidak memberikan warisan kepada Fathimah RA dan istri-istri Rasul. Ketika Fathimah RA meminta Ali bin Abi Thalib RA untuk menanyakan tanah yang di Khaibar, Abu Bakar Shiddiq RA tidak menjawabnya karena dalam pandangan Abu Bakar Shiddiq RA dialah yang mengurus semua peninggalan Rasulullah saw. Peristiwa itu menambah kecewa dan marahnya Fathimah RA hingga ia tidak mau berbicara dengan Abu Bakar Shiddiq RA sampai Fathimah meninggal, enam bulan sejak wafatnya Rasulullah saw. Kondisi inilah yang membuat Ali merasa perlu memperbaharui baiatnya kepada Abu Bakar agar ketegangan antara Fathimah RA dan Abu Bakar Shiddiq RA tidak menimbulkan fitnah bagi kaum muslimin.
           Perselisihan antara Fathimah RA dan Abu Bakar Shiddiq RA meninggalkan celah menganga di internal kaum muslimin dengan kemunculan kelompok Ar-Rafidhah.
Pidato Politik Pertama Abu Bakar Shidddiq r.a:
Amma ba’du…
Wahai para sahabat, aku telah diserahi tugas sebagai khalifah, padahal aku bukanlah orang terbaik di antara kalian. Karena itu, jika aku melakukan kebaikan, maka bantulah aku, jika aku berbuat salah, maka ingatkanlah aku.
Jujur itu amanah, sedang dusta itu khianat.
Orang lemah di antara kalian adalah orang kuat di sisiku hingga aku berikan haknya insya Allah, dan orang kuat di antara kalian adalah orang lemah di sisiku hingga aku mengambil haknya darinya insya Allah.
Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan Allah akan menjadikan mereka hina dan dihinakan, tidaklah perbuatan kotor menyebar di suatu kaum, melainkan Allah akan menyebarkan malapetaka di tengah-tengah mereka. Untuk itu, taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian.”
Itulah momen-momen awal kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq RA Wallahu a’lam.

Entri Populer