Ketika
Rasulullah saw wafat, para sahabat berselisih pandangan. Sebagian
sahabat mengatakan bahwa Rasulullah saw telah wafat dan sebagian yang
lain mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak meninggal. Ketika berita
kematian Rasulullah saw sampai ke Abu Bakar Shiddiq RA, beliau
mendatangi rumah Rasulullah saw dan membuka penutup wajah lalu
menciumnya dan telah ternyata Rasulullah saw telah wafat. Kemudian
beliau keluar dan menemui para sahabat lalu berkata,
“Barang siapa
yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad
saw telah wafat. Barang siapa yang menyembah Allah Taala, ketahuilah
bahwa Allah Hidup, tidak wafat. Allah berfirman,
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ
مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ
عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ
الشَّاكِرِينَ
“Dan Tidaklah Muhammad itu, melainkan
seorang Rasul. Telah wafat sebelum ini para Rasul. Apakah jika Rasul
wafat atau terbunuh, kalian akan berpaling dari ajarannya?”
Abu
Bakar membacakan ayat ini kepada para sahabat, termasuk kepada Umar bin
Khathab RA Saat itu seakan-akan mereka baru pertama kali mendengar ayat
tersebut. Setelah mendengar ayat ini, hati mereka menjadi tenang
dan hilanglah segala kegundahan dan keraguan. Kemudian kaum muslimin
berkumpul di Saqifah Bani Sa’adah. Di sana mereka bermusyawarah perihal
pengganti Rasulullah saw sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.
Terjadi
perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, antara kaum sahabat Anshar
dan sahabat Muhajirin. Masing-masing mengunggulkan kandidat-kandidat
kaumnya untuk tampil sebagai khalifah. Pemuka Anshar, Basyir bin Saad
r.a, menentramkan kaumnya dengan mengingatkan bahwa kaum Anshar membela
Islam semata-mata untuk mencari ridha Allah Taala serta sebagai bentuk
ketaatan pada Rasulullah saw hingga tidak pada tempatnya untuk berebut
kekuasaan dengan Muhajirin. Taushiyah yang disampaikan dengan sangat
bijaksana ini akhirnya mampu mendinginkan hati sahabat Anshar.
Dari
sahabat Muhajirin, Abu Bakar RA mengusulkan untuk mengangkat Umar bin
Khathab RA dan Abu Ubaidah bin Jarrah r.a untuk menjadi khalifah
pengganti Rasulullah saw. Namun keduanya langsung menolak, bahkan Umar
bin Khathab langsung memegang tangan Abu Bakar r.a dan membaiatnya
menjadi khalifah diikuti oleh Abu Ubaidah r.a, Basyir bin Saad r.a, dan
para sahabat lainnya.
Abu Bakar Shiddiq RA adalah salah seorang
sahabat yang pertama masuk Islam. Beliau giat melakukan dakwah meski di
bawah tekanan, dan beliaulah sahabat Rasul saw yang secara eksplisit
namanya diabadikan dalam Al-Quran. (At-Taubah:40)
Selain itu track
record beliau sebagai orang yang ‘bersih’, berani, tegas, dan memiliki
keberpihakan pada masyarakat kecil telah diakui oleh para konstituennya
tersebut. Selain itu sifat rendah hati Abu Bakar Ash-Shiddiq RA tidak
luntur meski dia terpilih menjadi khalifah secara aklamasi.
Tidak
ada seorang pun yang menolaknya, termasuk Ali bin Abi Thalib (sebagian
orang menyangka bahwa ia telat berbaiat kepada Abu Bakar Shiddiq r.a).
Ibnu
Katsir berkata, “Baiat Ali bin Abi Thalib kepada Abu Bakar Shiddiq RA
terjadi pada hari pertama atau hari kedua pengangkatannya. Sesungguhnya
Ali bin Abi Thalib tidak pernah berselisih paham dengan Abu Bakar
Shiddiq RA dan tidak ada satu shalat pun yang dikerjakan Ali tidak
berjamaah mengikuti Abu Bakar Shiddiq RA Ali bin Abi Thalib r.a juga
ikut Abu Bakar Shiddiq RA ke Dzul Qishah untuk memerangi penduduk yang
murtad dari agama Islam. Akan tetapi terjadi sesuatu pada Fathimah RA
yang mencela Abu Bakar Shiddiq RA karena dia menyangka bahwa dia akan
mendapatkan warisan dari Rasulullah saw sebagai anak. Fathimah RA
sendiri belum mengetahui hadits Rasulullah saw kepada Abu Bakar Shiddiq
RA dan para sahabat yang menyebutkan,
إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ لا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
“Sesungguhnya kami, para nabi tidak meninggalkan warisan dan apa-apa yang kami tinggalkan adalah sedekah buat kaum muslimin.”
Dengan
dasar hadits tersebut, Abu Bakar Shiddiq RA tidak memberikan warisan
kepada Fathimah RA dan istri-istri Rasul. Ketika Fathimah RA meminta Ali
bin Abi Thalib RA untuk menanyakan tanah yang di Khaibar, Abu Bakar
Shiddiq RA tidak menjawabnya karena dalam pandangan Abu Bakar Shiddiq RA
dialah yang mengurus semua peninggalan Rasulullah saw. Peristiwa itu
menambah kecewa dan marahnya Fathimah RA hingga ia tidak mau berbicara
dengan Abu Bakar Shiddiq RA sampai Fathimah meninggal, enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah saw. Kondisi inilah yang membuat Ali merasa perlu
memperbaharui baiatnya kepada Abu Bakar agar ketegangan antara Fathimah
RA dan Abu Bakar Shiddiq RA tidak menimbulkan fitnah bagi kaum muslimin.
Perselisihan
antara Fathimah RA dan Abu Bakar Shiddiq RA meninggalkan celah menganga
di internal kaum muslimin dengan kemunculan kelompok Ar-Rafidhah.
Pidato Politik Pertama Abu Bakar Shidddiq r.a:
Amma ba’du…
Wahai
para sahabat, aku telah diserahi tugas sebagai khalifah, padahal aku
bukanlah orang terbaik di antara kalian. Karena itu, jika aku melakukan
kebaikan, maka bantulah aku, jika aku berbuat salah, maka ingatkanlah
aku.
Jujur itu amanah, sedang dusta itu khianat.
Orang lemah
di antara kalian adalah orang kuat di sisiku hingga aku berikan haknya
insya Allah, dan orang kuat di antara kalian adalah orang lemah di
sisiku hingga aku mengambil haknya darinya insya Allah.
Tidaklah
suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan Allah akan
menjadikan mereka hina dan dihinakan, tidaklah perbuatan kotor menyebar
di suatu kaum, melainkan Allah akan menyebarkan malapetaka di
tengah-tengah mereka. Untuk itu, taatilah aku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya,
maka kalian tidak wajib mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah
merahmati kalian.”
Itulah momen-momen awal kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq RA Wallahu a’lam.